Alhamdulillah akhirnya bisa nge-blog gaje lagii yey!!!
Ok kali ini kakak akan memposting tugas kuliah kakak untuk MK Teori Sastra 2. Pembahasan kali ini tentang Pragmatik yang lebih di dekatkan kepada "sastra", berarti bukan contohnya dalam kajian bahasa tetapi kesastranya, contohnya seperti pada puisi. Semoga ini bermanfaat untuk siapa saja nanti yang dapet tugas sama seperti kakak sekarang yaa^^ *tebarmenyan* wkwkwk...
PRAGMATIK
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Teori Sastra II
DISUSUN OLEH
DINA HARTANTI HERMAWAN
DINDA AULIA DEFI
MIFTAHUL RAHMI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial, sehingga secara
naluriah terdorong untuk bergaul dengan manusia lain, baik untuk
mengekspresikan kepentingannya, mengatakan pendapatnya, maupun mempengaruhi
orang lain. Manusia dapat memenuhi semua kepentingan tersebut dengan bahasa.
Eksitensi bahasa kampir mencangkup segala bidang kehidupan karena segala
sesuatu yang dihayati, dialami, dirasakan, dan dipikirkan oleh seseorang hanya
dapat diketahui orang lain, jika telah diungkapan dengan bahasa.
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan
oleh anggota suatu masyarakat untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan
mengidentifikasikan diri (Kridalaksana dalam Chaer, 2007:32). Tidak dapat
dibayangkan apa yang terjadi apabila manusia tidak memiliki bahasa. Oleh karena
itu, kebutuhan manusia untuk selalu berinteraksi dengan lingkungannya, baik
dalam bentuk komunikasi, kerja sama,
maupun mengidentifikasikan diri, menyebabkan bahasa tidak dapat terlepas
dari kehidupan manusia.
Perlu disadari bahwa komunikasi merupakan suatu
proses penyampaian pesan yang berlangsung apabila antara penutur dan mitra
tutur memiliki kesamaan makna tentang pesan yang dikomunikasikan tersebut.
kesamaan makna antara penutur dan mitra tutur tersebut sangat bergantung pada
konteks tuturannya. Artinya, makna sebuah tuturan akan berbeda jika konteks
tuturannya berbeda. Oleh sebab itu, untuk mempelajari dan memahami makna bahasa
(tuturan) dibutuhkan disiplin ilmu yang mampu menjabarkan bentuk bahasa dengan
konteksnya, yaitu Pragmatik.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun
permasalahan dalam makalah ini adalah:
a.
Apa saja yang dimaksud dengan pragmatik?
b.
Bagaimana sejarah pragmatik di dunia?
c.
Siapa saja tokoh-tokoh pragmatik?
d.
Bagaimana prinsip teori pragmatik?
e.
Apa saja kaidah dari teori pragmatik?
f.
Bagaimana contoh pragmatik?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penulis membuat
makalah ini adalah untuk mendeskripsikan hal-hal yang berhubungan dengan:
a.
Pengertian pragmatik
b.
Sejarah pragmatik ada di dunia
c.
Tokoh-tokoh pragmatik
d.
Prinsip teori pragmatik
e.
Kaidah dari teori pragmatik
f.
Contoh pragmatik
BAB II
PRAGMATIK
2.1
Pengertian Pragmatik
Pragmatik merupakan
cabang ilmu bahasa semiotik. Semiotik mengkaji bahasa verbal, lambang, simbol,
tanda, serta pereferensian dan pemaknaannya dalam wahana kehidupan. Ilmu
pragmatik mengkaji hubungan bahasa dengan konteks dan hubungan pemakaian bahasa
dengan pemakai/ penuturnya. Dalam tindak operasionalnya, kajian pragmatik itu
berupaya menjelaskan bagaimana bahasa itu melayani penuturnya dalam pemakaian.
Apa yang dilakukan penutur dalam tindak tutur itu? Tata tutur apa yang
beroperasi sehingga bertutur itu serasi dengan penutur, teman tutur, serta
konteks alam tutur itu.
Menurut Kaswanti
Purwa, 1990:16, pragmatik ialah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak
tercakup dalam teori semantik. Maksudnya, makna setelah dikurangi semantik.
Makna yang
digeluti cabang ilmu bahasa semantik ialah makna yang bebas konteks (context-independent), sedangkan makna
yang digeluti oleh cabang ilmu bahasa pragmatik ialah makna yang terikat
konteks (context-dependent) (Kaswanti
Purwa, 1990:16). Yang dimaksud konteks disini antara lain: ihwal siapa yang
mengatakan kepada siapa, tempat dan waktu diujarkannya suatu kalimat,
anggapan-anggapan mengenai yang terlibat di dalam tindakan mengutarakan kalimat
(Kaswanti Purwa, 1990:14).
Pragmatik ialah
kajian dari hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan
pengertian ((Levinson, 1983 dalam Nababan, 1987:2).
Pada hakikatnya
pragmatik sama dengan semantik, sama-sama membahas makna. Perbedaannya terletak
pada arah kajiannya, semantik mengkaji secara internal (ujaran dan makna),
sedangkan pragmatik mengkaji secara eksternal (ujaran, makna ujaran, konteks/
situasi).
Secara singkat
dapat dikatakan bahwa pragmatik mengkaji makna yang dipengaruhi oleh hal-hal di
luar bahasa.
2.2 Sejarah Pragmatik di Dunia
Istilah
pragmatik, sebenarnya sudah dikenal sejak masa hidupnya seorang filsuf terkenal
bernama Charles Morris. Dalam memunculkan istilah pragmatika, Morris
mendasarkan pemikirannya pada gagasan filsuf-filsuf pendahulunya, seperti
Charles Sanders Pierce dan John Locke yang banyak menggeluti ilmu lambang
semasa hidupnya. Ilmu tanda dan ilmu lambang yang mereka pelajari itu dinamakan
semiotika (semiotics). Dengan mendasarkan pada gagasan filsuf itu, Charles
Morris membagi ilmu tanda adn ilmu lambang itu ke dalam tiga cabang ilmu, yakni
(1) sintaktika (syntactics) “studi relasi formal tanda-tanda”, (2) semantika
(semantics) “studi relasi tanda-tanda
dengan objeknya”, dan (3) pragmatika (pragmatics) “studi relasi antara
tanda-tanda dengan penafsirannya”.
Pada mulanya
ragmatik lebih banyak diperlakukan sebagai keranjang tempat penyimpanan data
yang bandel/ yang tidak terjelaskan, yaitu data bahasa dalam komunikasi yang
berkaitan dengan makna/ maksud. Hal ini karena generasi awal dunia linguistik
beranggapan bahwa makna/ maksud terlalu abstrak untuk diteliti. Namun secara
bertahap telah timbul kesadaran tertentu di dunia linguistik yaitu bahwa makna/
maksud dapat diteliti dan dipahami.
Secara ringkas
sejarah pragmatik adalah sebagai berikut:
a.
Bagi generasi Bloomfield, linguistik
berarti fonetik dan fonemik. Mereka mengganggap sintaksis terlalu abstrak untuk
dapat diteliti dan dipahami.
b.
Sikap dan pandangan generasi Bloomfield
berubah pada akhir tahun 1950-an Chomsky menemukan titik pusat sintaksis
(sintaksis mulai diteliti dan dipahami). Akan tetapi dia masih menganggap
“makna” terlalu rumit untuk dipikirkan secara sungguh-sungguh.
c.
Pemulaan tahun 1960 (perkembangan
linguistik meningkat) Katz dan kawan-kawan menemukan cara memasukkan makna ke
dalam teori linguistik yang formal dan tak lama kemudian semangat California
atau Bust membuat pragmatik mulai tercakup.
d.
Tahun 1971 Lakoff dan lain-lainnya
beragumentasi bahwa sintaksis tidak dapat dipisahkan dari studi penggunaan
bahasa. Sejak saat itulah pragmatik masuk ke dalam peta linguistik.
2.3 Tokoh-Tokoh Pragmatik
Berikut beberapa
tokoh pragmatik:
a.
Seorang filosof yang bernama Charles
Morris, memperkenalkan sebuah cabang ilmu yaitu pragmatik. Pragmatik adalah
kajian tentang hubungan tanda dengan orang yang menginterpretasikan tanda itu
(Morris, 1938:6 dalam Levinson, 1997:1). Batasan pengertian ilmu pragmatik
dikemukakan oleh para ahli yang lain.
b.
Yule (1996:3), misalnya menyebutkan
empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji makna permbicara, (2)
bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya, (3) bidang yang melebihi kajian
tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau
terkomunikasikan oleh pembicara, (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi
menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan
tertentu.
c.
Thomas (1995:2) menyebut dua
kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua bagian. Pertama, dengan
menggunakan sudut pandang sosial menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara
(speaker meaning). Kedua, dengan menggunakan sudut pandang kognitif menghubungkan
pragmatik dengan interpretasi ujaran (utterance interpretation). Selanjutnya
Thomas (1995:22) dengan mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis
yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks
ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari
sebuah ujaran-ujaran, mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji
makna tokoh dalam interaksi (meaning in interaction).
d.
Menurut Geoffrey Leech (1993:8) adalah
ilmu tentang maksud dalam hubungannya dengan situasi-situasi tuturan (speech
situation). Proses tindak tutur ditentukan oleh konteks yang menyertai sebuah
tuturan tersebut. Dalam hal ini, Leech menyebutkannya dengan aspek-aspek
situasi tutur, antara lain: (1) yang menyapa (penyapa), dan yang disapa
(pesapa), (2) konteks sebuah tuturan, (3) tujuan sebuah tuturan, (4) tuturan
sebagai bentuk tindakan atau kegiatan tindak tutur (speech act) dan (5) tuturan
sebagai hasil tindak verbal (Leech 1993:19-20).
e.
George Yule dalam bukunya pragmatics
(1996) mengemukakan bahwa “Pragmatics is the study of speaker meaning as
distinct from word or sentence meaning (1996:133), yang berarti pragmatik
mempelajari tentang makna yang dimaksudkan penutur yang berbeda dengan makna
kata atau makna kalimat. Batasan ini mengemukakan bahwa makna yang dimaksudkan
oleh penutur merupakan tuturan yang telah dipengaruhi oleh berbagai situasi
tuturan, hal ini berbeda dengan makna kata atau kalimat, karena makna kata atau
kalimat merupakan makna yang sesuai
dengan makna yang berdasarkan arti yang tertulis saja.
2.4 Prinsip-Prinsip Teori Pragmatik
Berikut beberapa
prinsip teori pragmatik:
a.
Tindak tutur itu terikat-konteks alam
arti ada peran partisipan pada siapa tuturan itu dialamatkan, disapakan,
diperdengarkan, dimaksudkan. Oleh karena itu, peran antar-persona dalam setiap
tindak tutur memiliki muatan awal, isi, dan akhir sebagai suatu piranti
episode.
b.
Prinsip Kerjasama Grice. Katakan
secukupnya. Demi kerja-sama penutur anta-persona berkewajiban memelihara
tuturannya sedemikian sehingga teman-tutur dapat memproses segala informasi
yang disajikan dengan mudah, lugas, luwes, dan jelas. Sebaliknya teman-tutur
wajib tanggap terhadap tuturan. Oleh Grice, prinsip ini memiliki parameter
yaitu kuantitas kualitas, relevansi, krama. Pembicara diwajibkan hemat, jujur,
relevan dari awal ke akhir serta dalam bertutur itu sopan dan memelihara
kesopanan.
c.
Prinsip Tata-krama: Agar komunikatif,
bertutur mengasumsi norma lokal dan umum yang berlaku di masyarakat, termasuk
sebelum ada reaksi dari pesapa, jangan diberondong dengan muatan-muatan
linguistik lainnya.
d.
Prinsip Interpretasi pragmatik
§ Prinsip
interpretasi lokal: pendengar wajib menginterpretasi ujaran pembicara sebatas
makna pembicara.
§ Prinsip
analogi: Tidak mengubah makna topik atau proposisi ujaran pembicara kecuali
yang bersangkutan mengubah sendiri.
e.
Prinsip Kewacanaan: Ragam sesuai dengan
konteks dan situasinya.
f.
Pragmatik Sosialisasi: Santun bahasa,
norma lokal dan inter-lokal.
g.
Pragmatik Wacana: Tindak tutur
mengasumsi kohesi, koherensi, dan pilihan ragam. Makin formal situasi
komunikasi komunikasi makin tinggi tuntutan atas kekoherensian.
h.
Setiap tuturan itu terikat nilai.
Jelmaan nilai-nilai dalam tuturan mempengaruhi hubungan antar penutur dan
situasi komunikasi.
2.5 Kaidah
Pragmatik
Kaidah pragmatik terdiri dari:
a.
Paramenter
pragmatik, yaitu hal-hal yang mengatur strategi pemilihan bentuk-bentuk yang
memiliki tingkat kesopanan yang berbeda.
b.
Skala
pragmatik, terbagi menjadi tiga yaitu:
1.
Skala
untung rugi, skala ini mempertimbangkan untung-rugi dari penawaran tindakan A
bagi pembicara atau penyimak.
2.
Skala
kefakulatifan, dimana ilokusi-ilokusi diurutkan sesuai dengan jumlah pilihan
yang diizinkan oleh pembicara kepada penyimak.
3.
Skala
ketaklangsungan, dimana dari sudut pandang pembicara, ilokusi-ilokusi diurutkan
berdasarkan panjangnya jarak yang menghubungkan tindak ilokusi dengan tujuan
ilokusi.
2.6 Contoh-Contoh
Pragmatik
Dibawah
ini adalah puisi karya Hartojo Andangdjaja yang akan dianalisis dengan
menggunakan pendekatan pragmatik:
Sebuah lok hitam
terlepas dari
gerbong
sendiri melancar ke
dalam
ia menderam ia
melonglong
Ada lok hitam
melancar sendirian
Kami hanya
melihatnya bertanya keheranan:
kemanakah lok
berjalan
adakah stasiun
penghabisan
Jauh di depan tak
ada sinyal kelihatan
jauh di depan hanya
malam terhampar di jalan.
Berikut
nilai-nilai pragmatik dalam puisi “Sebuah Lok Hitam” karya Hartojo Andangdjaja
akan kami jelaskan pada beberapa potongan berikut ini:
Sebuah lok
hitam
terlepas
dari gerbong
sendiri melancar
ke dalam
ia menderam
ia melonglong
Potongan
puisi diatas menggambarkan tentang sosok seorang pemimpin yang lepas dari
tanggung jawabnya sebagai pemimpin rakyat yang seharusnya menjaga dan
melindungi rakyatnya, tetapi pemimpin tersebut lebih memilih jalannya sendiri
dalam mengatur negara tanpa memberikan kebebasan masyarakat dalam menyampaikan
aspirasi secara demokratis.
Melalui
pendekatan pragmatik, pesan dan manfaat yang tersampaikan kepada pembaca
adalah bahwa kita harus berhati-hati dalam memilih pemimpin yang baik dan
bijaksana yang mau memberi kebebasan aspirasi kepada rakyat, karena aspirasi
masyarakat adalah sebagai modal awal dalam mewujudkan negara yang baik.
Ada lok
hitam melancar sendirian
Kami hanya
melihatnya bertanya keheranan:
kemanakah
lok berjalan
adakah
stasiun penghabisan
Potongan
puisi diatas menggambarkan seorang pemimpin yang memimpin negara
berdasarkan prinsip pribadinya sendiri, sehingga rakyatnya heran sampai kapan
pemimpin tersebut akan terus memimpin seperti itu
Sehingga
dari nilai pragmatik potongan puisi tersebut, pesan dan manfaat yang
tersampaikan kepada pembaca adalah sebagai warga negara, kita seharusnya
memberikan contoh yang baik dan saling bekerja sama demi mencapai tujuan
tertentu.
Jauh di
depan tak ada sinyal kelihatan
jauh di
depan hanya malam terhampar di jalan
Potongan
puisi diatas dihadirkan oleh Hartojo Andangdjaja untuk memperkuat potongan
sebelumnya yaitu bahwa yang dilakukan pemimpin tersebut semakin lama
tidak menghasilkan titik terang kesejahteraan, tetapi hanya kehancuran ekonomi
yang dihasilkan.
Melalui
pendekatan pragmatik, pesan dan manfaat yang tersampaikan kepada pembaca yaitu
kita tidak boleh memimpin berdasarkan prinsip pribadi, karena dengan meremehkan
atau tidak mempedulikan pendapat orang lain, maka yang dihasilkan tidak akan
sempurna
Pragmatik
yang diperoleh dari pemaknaan tersirat
Dilihat
dari segi diksi dalam puisi tersebut, sebagian penggunaan kata atau gaya bahasa
dalam puisi ini cukup sulit dipahami. Pemilihan kata lok hitam masih cukup
sulit dipahami oleh pembaca puisi tersebut. Pada puisi di atas, jika
diberikan kepada beberapa pembaca maka akan memperoleh pengertian yang berbeda.
Lok hitam yang muncul pada pikiran pembaca akan berbeda dengan lok hitam yang ada
di pikiran penyair. Ketika membaca puisi tersebut, memahami maknanya melalui
pendekatan pragmatis diharapkan pembaca mendapatkan manfaat dari pesan yang
disampaikan oleh penyair dalam puisinya.
Ditinjau
dari segi citraan yang diperlihatkan pada puisi ini menggunakan citraan
perasaan keheranan yang dituangkan penyairnya, dan pembaca pun ikut merasakan
citraan perasaan tersebut. Bila dilihat dalam puisi, citraan perasaan
ditunjukkan pada bait
Ada lok
hitam melancar sendirian
Kami hanya
melihatnya bertanya keheranan
kemanakah
lok berjalan
adakah
stasiun penghabisan
Citraan
yang ditunjukkan dalam puisi Lok hitam ini juga mempunyai citraan pengelihatan,
ini dibuktikan pada bait puisi yang berbunyi
Jauh di
depan tak ada sinyal kelihatan
jauh di
depan hanya malam terhampar di jalan.
Dilihat
dari sudut pandang pembaca sebagai pembaca puisi tersebut, puisi ini dapat
mempunyai makna yang berbeda pada sebagian pembacanya, yaitu adalah Seorang
pembaca akan menyatakan bahwa puisi Sebuah Lok Hitam tersebut secara
formal terpengaruh kuat oleh bentuk formal pantun dan syair. Dengan demikian,
tolok ukur formal ini hanya memandang dari susunan formal sebuah karya sastra.
Itulah sebabnya A.Teeuw (1983) berpendapat bahwa memahami dan menilai karya
sastra harus bertolak dari konvensi bahasa, konvensi sastra, dan konvensi
budaya. Hal ini jelas bahwa konvensi bahasa dan konvensi sastra merupakan aspek
formal sebuah bangunan karya sastra yang menggunakan medium bahasa. Sementara
itu, konvensi budaya merupakan latar sekaligus subtansi pokok makna karya
sastra.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pragmatik adalah
studi yang mengkaji tuturan dari segi makna dan konteks yang menyertai tuturan
tersebut. Pada hakikatnya pragmatik sama dengan semantik, yakni sama-sama mengkaji
makna suatu tuturan secara internal, sedangkan pragmatik mengkaji makna suatu
tuturan secara eksternal.
Pada mulanya
pragmatik dianggap sebagai hal yang tidak penting, namun pandangan ini berubah
ketika pada akhir tahun 1950-an Chomsky menemukan titik pusat sintaksis. Dan
semenjak munculnya semangat California atau bust pada tahun 1960-an pragmatik
mulai tercakup dalam kajian linguistik.
Pada umumnya,
prinsip-prinsip pragmatik mencakup Prinsip Kerjasama (PK) dan prinsip Sopan
Santun (PS). Kedua prinsip ini masing-masing termanifestasikan dalam
maksim-maksim yang bersifat regulatif, yang digunakan untuk mengatur pemakaian
bahasa agar komunikasi berjalan dengan lancar mencapai tujuan secara efektif.
Namun pada kenyataannya, tujuan komunikasi tidak selalu dapat dicapai dengan
mematuhi prinsip-prinsip tersebut.
3.2 Saran
Mahasiswa yang
telah mengikuti mata kuliah ini, serta mahasiswa yang telah membahas tentang
pragmatik ini pada khususnya, mahasiswa harus mampu menguasai pengertian
pragmatik, sejarah pragmatik di dunia, tokoh-tokoh pragmatik, prinsip teori
pragmatik, kaidah dari teori pragmatik, serta contoh pragmatik.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaniago, Sam Mukhtar dkk. 2008. Pragmatik. Jakarta: Universitas Terbuka.
Kushartanti dkk. 2005. Pesona Bahasa “Langkah Awal Memahami Linguistik)”. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Pangaribuan, Tagor. 2008. Paradigma Bahasa-Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rahardi, R. Kunjana. 2005. Pragmatik “Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia”. Jakarta:
Erlangga.
Rahman, Elmustian dan Abdul Jalil. 2004. Teori Sastra. Pekanbaru: Labor Bahasa,
Sastra, dan Jurnalistik.
makalahpragmatik.blogspot.com/2014/08/v-behavioururldefaultvmlo.html?m=1