Minggu, 22 Maret 2015

MAKALAH PRAGMATIK

Assalamualaikum :3
 Alhamdulillah akhirnya bisa nge-blog gaje lagii yey!!!
 Ok kali ini kakak akan memposting tugas kuliah kakak untuk MK Teori Sastra 2. Pembahasan kali ini tentang Pragmatik yang lebih di dekatkan kepada "sastra", berarti bukan contohnya dalam kajian bahasa tetapi kesastranya, contohnya seperti pada puisi. Semoga ini bermanfaat untuk siapa saja nanti yang dapet tugas sama seperti kakak sekarang yaa^^ *tebarmenyan* wkwkwk...



PRAGMATIK
 
 
 

                                                  


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Teori Sastra II


DISUSUN OLEH


DINA HARTANTI HERMAWAN

DINDA AULIA DEFI

MIFTAHUL RAHMI


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
2015







BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial, sehingga secara naluriah terdorong untuk bergaul dengan manusia lain, baik untuk mengekspresikan kepentingannya, mengatakan pendapatnya, maupun mempengaruhi orang lain. Manusia dapat memenuhi semua kepentingan tersebut dengan bahasa. Eksitensi bahasa kampir mencangkup segala bidang kehidupan karena segala sesuatu yang dihayati, dialami, dirasakan, dan dipikirkan oleh seseorang hanya dapat diketahui orang lain, jika telah diungkapan dengan bahasa.
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana dalam Chaer, 2007:32). Tidak dapat dibayangkan apa yang terjadi apabila manusia tidak memiliki bahasa. Oleh karena itu, kebutuhan manusia untuk selalu berinteraksi dengan lingkungannya, baik dalam bentuk komunikasi, kerja sama,  maupun mengidentifikasikan diri, menyebabkan bahasa tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia.
Perlu disadari bahwa komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan yang berlangsung apabila antara penutur dan mitra tutur memiliki kesamaan makna tentang pesan yang dikomunikasikan tersebut. kesamaan makna antara penutur dan mitra tutur tersebut sangat bergantung pada konteks tuturannya. Artinya, makna sebuah tuturan akan berbeda jika konteks tuturannya berbeda. Oleh sebab itu, untuk mempelajari dan memahami makna bahasa (tuturan) dibutuhkan disiplin ilmu yang mampu menjabarkan bentuk bahasa dengan konteksnya, yaitu Pragmatik.
1.2     Rumusan Masalah
Adapun permasalahan dalam makalah ini adalah:
a.              Apa saja yang dimaksud dengan pragmatik?
b.             Bagaimana sejarah pragmatik di dunia?
c.              Siapa saja tokoh-tokoh pragmatik?
d.             Bagaimana prinsip teori pragmatik?
e.              Apa saja kaidah dari teori pragmatik?
f.              Bagaimana contoh pragmatik?
1.3     Tujuan Penelitian
Tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk mendeskripsikan hal-hal yang berhubungan dengan:
a.              Pengertian pragmatik
b.             Sejarah pragmatik ada di dunia
c.              Tokoh-tokoh pragmatik
d.             Prinsip teori pragmatik
e.              Kaidah dari teori pragmatik
f.              Contoh pragmatik


















BAB II
PRAGMATIK
2.1         Pengertian Pragmatik
Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa semiotik. Semiotik mengkaji bahasa verbal, lambang, simbol, tanda, serta pereferensian dan pemaknaannya dalam wahana kehidupan. Ilmu pragmatik mengkaji hubungan bahasa dengan konteks dan hubungan pemakaian bahasa dengan pemakai/ penuturnya. Dalam tindak operasionalnya, kajian pragmatik itu berupaya menjelaskan bagaimana bahasa itu melayani penuturnya dalam pemakaian. Apa yang dilakukan penutur dalam tindak tutur itu? Tata tutur apa yang beroperasi sehingga bertutur itu serasi dengan penutur, teman tutur, serta konteks alam tutur itu.
Menurut Kaswanti Purwa, 1990:16, pragmatik ialah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam teori semantik. Maksudnya, makna setelah dikurangi semantik.
Makna yang digeluti cabang ilmu bahasa semantik ialah makna yang bebas konteks (context-independent), sedangkan makna yang digeluti oleh cabang ilmu bahasa pragmatik ialah makna yang terikat konteks (context-dependent) (Kaswanti Purwa, 1990:16). Yang dimaksud konteks disini antara lain: ihwal siapa yang mengatakan kepada siapa, tempat dan waktu diujarkannya suatu kalimat, anggapan-anggapan mengenai yang terlibat di dalam tindakan mengutarakan kalimat (Kaswanti Purwa, 1990:14).
Pragmatik ialah kajian dari hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian ((Levinson, 1983 dalam Nababan, 1987:2).
Pada hakikatnya pragmatik sama dengan semantik, sama-sama membahas makna. Perbedaannya terletak pada arah kajiannya, semantik mengkaji secara internal (ujaran dan makna), sedangkan pragmatik mengkaji secara eksternal (ujaran, makna ujaran, konteks/ situasi).
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pragmatik mengkaji makna yang dipengaruhi oleh hal-hal di luar bahasa.

2.2     Sejarah Pragmatik di Dunia
Istilah pragmatik, sebenarnya sudah dikenal sejak masa hidupnya seorang filsuf terkenal bernama Charles Morris. Dalam memunculkan istilah pragmatika, Morris mendasarkan pemikirannya pada gagasan filsuf-filsuf pendahulunya, seperti Charles Sanders Pierce dan John Locke yang banyak menggeluti ilmu lambang semasa hidupnya. Ilmu tanda dan ilmu lambang yang mereka pelajari itu dinamakan semiotika (semiotics). Dengan mendasarkan pada gagasan filsuf itu, Charles Morris membagi ilmu tanda adn ilmu lambang itu ke dalam tiga cabang ilmu, yakni (1) sintaktika (syntactics) “studi relasi formal tanda-tanda”, (2) semantika (semantics) “studi relasi  tanda-tanda dengan objeknya”, dan (3) pragmatika (pragmatics) “studi relasi antara tanda-tanda dengan penafsirannya”.
Pada mulanya ragmatik lebih banyak diperlakukan sebagai keranjang tempat penyimpanan data yang bandel/ yang tidak terjelaskan, yaitu data bahasa dalam komunikasi yang berkaitan dengan makna/ maksud. Hal ini karena generasi awal dunia linguistik beranggapan bahwa makna/ maksud terlalu abstrak untuk diteliti. Namun secara bertahap telah timbul kesadaran tertentu di dunia linguistik yaitu bahwa makna/ maksud dapat diteliti dan dipahami.
Secara ringkas sejarah pragmatik adalah sebagai berikut:
a.              Bagi generasi Bloomfield, linguistik berarti fonetik dan fonemik. Mereka mengganggap sintaksis terlalu abstrak untuk dapat diteliti dan dipahami.
b.             Sikap dan pandangan generasi Bloomfield berubah pada akhir tahun 1950-an Chomsky menemukan titik pusat sintaksis (sintaksis mulai diteliti dan dipahami). Akan tetapi dia masih menganggap “makna” terlalu rumit untuk dipikirkan secara sungguh-sungguh.
c.              Pemulaan tahun 1960 (perkembangan linguistik meningkat) Katz dan kawan-kawan menemukan cara memasukkan makna ke dalam teori linguistik yang formal dan tak lama kemudian semangat California atau Bust membuat pragmatik mulai tercakup.
d.             Tahun 1971 Lakoff dan lain-lainnya beragumentasi bahwa sintaksis tidak dapat dipisahkan dari studi penggunaan bahasa. Sejak saat itulah pragmatik masuk ke dalam peta linguistik.
2.3     Tokoh-Tokoh Pragmatik
Berikut beberapa tokoh pragmatik:
a.              Seorang filosof yang bernama Charles Morris, memperkenalkan sebuah cabang ilmu yaitu pragmatik. Pragmatik adalah kajian tentang hubungan tanda dengan orang yang menginterpretasikan tanda itu (Morris, 1938:6 dalam Levinson, 1997:1). Batasan pengertian ilmu pragmatik dikemukakan oleh para ahli yang lain.
b.             Yule (1996:3), misalnya menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji makna permbicara, (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya, (3) bidang yang melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara, (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.
c.              Thomas (1995:2) menyebut dua kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua bagian. Pertama, dengan menggunakan sudut pandang sosial menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara (speaker meaning). Kedua, dengan menggunakan sudut pandang kognitif menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran (utterance interpretation). Selanjutnya Thomas (1995:22) dengan mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran-ujaran, mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makna tokoh dalam interaksi (meaning in interaction).
d.             Menurut Geoffrey Leech (1993:8) adalah ilmu tentang maksud dalam hubungannya dengan situasi-situasi tuturan (speech situation). Proses tindak tutur ditentukan oleh konteks yang menyertai sebuah tuturan tersebut. Dalam hal ini, Leech menyebutkannya dengan aspek-aspek situasi tutur, antara lain: (1) yang menyapa (penyapa), dan yang disapa (pesapa), (2) konteks sebuah tuturan, (3) tujuan sebuah tuturan, (4) tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan tindak tutur (speech act) dan (5) tuturan sebagai hasil tindak verbal (Leech 1993:19-20).
e.              George Yule dalam bukunya pragmatics (1996) mengemukakan bahwa “Pragmatics is the study of speaker meaning as distinct from word or sentence meaning (1996:133), yang berarti pragmatik mempelajari tentang makna yang dimaksudkan penutur yang berbeda dengan makna kata atau makna kalimat. Batasan ini mengemukakan bahwa makna yang dimaksudkan oleh penutur merupakan tuturan yang telah dipengaruhi oleh berbagai situasi tuturan, hal ini berbeda dengan makna kata atau kalimat, karena makna kata atau kalimat  merupakan makna yang sesuai dengan makna yang berdasarkan arti yang tertulis saja.
2.4     Prinsip-Prinsip Teori Pragmatik
Berikut beberapa prinsip teori pragmatik:
a.              Tindak tutur itu terikat-konteks alam arti ada peran partisipan pada siapa tuturan itu dialamatkan, disapakan, diperdengarkan, dimaksudkan. Oleh karena itu, peran antar-persona dalam setiap tindak tutur memiliki muatan awal, isi, dan akhir sebagai suatu piranti episode.
b.             Prinsip Kerjasama Grice. Katakan secukupnya. Demi kerja-sama penutur anta-persona berkewajiban memelihara tuturannya sedemikian sehingga teman-tutur dapat memproses segala informasi yang disajikan dengan mudah, lugas, luwes, dan jelas. Sebaliknya teman-tutur wajib tanggap terhadap tuturan. Oleh Grice, prinsip ini memiliki parameter yaitu kuantitas kualitas, relevansi, krama. Pembicara diwajibkan hemat, jujur, relevan dari awal ke akhir serta dalam bertutur itu sopan dan memelihara kesopanan.
c.              Prinsip Tata-krama: Agar komunikatif, bertutur mengasumsi norma lokal dan umum yang berlaku di masyarakat, termasuk sebelum ada reaksi dari pesapa, jangan diberondong dengan muatan-muatan linguistik lainnya.
d.             Prinsip Interpretasi pragmatik
§    Prinsip interpretasi lokal: pendengar wajib menginterpretasi ujaran pembicara sebatas makna pembicara.
§    Prinsip analogi: Tidak mengubah makna topik atau proposisi ujaran pembicara kecuali yang bersangkutan mengubah sendiri.
e.              Prinsip Kewacanaan: Ragam sesuai dengan konteks dan situasinya.
f.              Pragmatik Sosialisasi: Santun bahasa, norma lokal dan inter-lokal.
g.             Pragmatik Wacana: Tindak tutur mengasumsi kohesi, koherensi, dan pilihan ragam. Makin formal situasi komunikasi komunikasi makin tinggi tuntutan atas kekoherensian.
h.             Setiap tuturan itu terikat nilai. Jelmaan nilai-nilai dalam tuturan mempengaruhi hubungan antar penutur dan situasi komunikasi.
2.5     Kaidah Pragmatik
Kaidah pragmatik terdiri dari:
a.              Paramenter pragmatik, yaitu hal-hal yang mengatur strategi pemilihan bentuk-bentuk yang memiliki tingkat kesopanan yang berbeda.
b.             Skala pragmatik, terbagi menjadi tiga yaitu:
1.    Skala untung rugi, skala ini mempertimbangkan untung-rugi dari penawaran tindakan A bagi pembicara atau penyimak.
2.    Skala kefakulatifan, dimana ilokusi-ilokusi diurutkan sesuai dengan jumlah pilihan yang diizinkan oleh pembicara kepada penyimak.
3.    Skala ketaklangsungan, dimana dari sudut pandang pembicara, ilokusi-ilokusi diurutkan berdasarkan panjangnya jarak yang menghubungkan tindak ilokusi dengan tujuan ilokusi.
2.6     Contoh-Contoh Pragmatik
Dibawah ini adalah puisi karya Hartojo Andangdjaja yang akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan pragmatik:
Sebuah lok hitam
terlepas dari gerbong
sendiri melancar ke dalam
ia menderam ia melonglong

Ada lok hitam melancar sendirian
Kami hanya melihatnya bertanya keheranan:
kemanakah lok berjalan
adakah stasiun penghabisan

Jauh di depan tak ada sinyal kelihatan
jauh di depan hanya malam terhampar di jalan.

Berikut nilai-nilai pragmatik dalam puisi “Sebuah Lok Hitam” karya Hartojo Andangdjaja akan kami jelaskan pada beberapa potongan berikut ini:

Sebuah lok hitam
terlepas dari gerbong
sendiri melancar ke dalam
ia menderam ia melonglong 
Potongan puisi diatas menggambarkan tentang sosok seorang pemimpin yang lepas dari tanggung jawabnya sebagai pemimpin rakyat yang seharusnya menjaga dan melindungi rakyatnya, tetapi pemimpin tersebut lebih memilih jalannya sendiri dalam mengatur negara tanpa memberikan kebebasan masyarakat dalam menyampaikan aspirasi secara demokratis.
Melalui pendekatan pragmatik, pesan dan manfaat yang tersampaikan kepada pembaca  adalah bahwa kita harus berhati-hati dalam memilih pemimpin yang baik dan bijaksana yang mau memberi kebebasan aspirasi kepada rakyat, karena aspirasi masyarakat adalah sebagai modal awal dalam mewujudkan negara yang baik.

Ada lok hitam melancar sendirian
Kami hanya melihatnya bertanya keheranan:
kemanakah lok berjalan
adakah stasiun penghabisan 
Potongan puisi diatas menggambarkan seorang pemimpin yang  memimpin negara berdasarkan prinsip pribadinya sendiri, sehingga rakyatnya heran sampai kapan pemimpin tersebut akan terus memimpin seperti itu
Sehingga dari nilai pragmatik potongan puisi tersebut, pesan dan manfaat yang tersampaikan kepada pembaca adalah sebagai warga negara, kita seharusnya memberikan contoh yang baik dan saling bekerja sama demi mencapai tujuan tertentu.

Jauh di depan tak ada sinyal kelihatan
jauh di depan hanya malam terhampar di jalan 
Potongan puisi diatas dihadirkan oleh Hartojo Andangdjaja untuk memperkuat potongan sebelumnya  yaitu bahwa yang dilakukan pemimpin tersebut semakin lama tidak menghasilkan titik terang kesejahteraan, tetapi hanya kehancuran ekonomi yang dihasilkan.
Melalui pendekatan pragmatik, pesan dan manfaat yang tersampaikan kepada pembaca yaitu kita tidak boleh memimpin berdasarkan prinsip pribadi, karena dengan meremehkan atau tidak mempedulikan pendapat orang lain, maka yang dihasilkan tidak akan sempurna

Pragmatik yang diperoleh dari pemaknaan tersirat  
Dilihat dari segi diksi dalam puisi tersebut, sebagian penggunaan kata atau gaya bahasa dalam puisi ini cukup sulit dipahami. Pemilihan kata lok hitam masih cukup sulit dipahami oleh pembaca puisi tersebut.  Pada puisi di atas, jika diberikan kepada beberapa pembaca maka akan memperoleh pengertian yang berbeda. Lok hitam yang muncul pada pikiran pembaca akan berbeda dengan lok hitam yang ada di pikiran penyair. Ketika membaca puisi tersebut, memahami maknanya melalui pendekatan pragmatis diharapkan pembaca mendapatkan manfaat dari pesan yang disampaikan oleh penyair dalam puisinya.
Ditinjau dari segi citraan yang diperlihatkan pada puisi ini menggunakan citraan perasaan keheranan yang dituangkan penyairnya, dan pembaca pun ikut merasakan citraan perasaan tersebut. Bila dilihat dalam puisi, citraan perasaan ditunjukkan pada bait

Ada lok hitam melancar sendirian
Kami hanya melihatnya bertanya keheranan
kemanakah lok berjalan
adakah stasiun penghabisan
 Citraan yang ditunjukkan dalam puisi Lok hitam ini juga mempunyai citraan pengelihatan, ini dibuktikan pada bait puisi yang berbunyi

Jauh di depan tak ada sinyal kelihatan
jauh di depan hanya malam terhampar di jalan.
Dilihat dari sudut pandang pembaca sebagai pembaca puisi tersebut, puisi ini dapat mempunyai makna yang berbeda pada sebagian pembacanya, yaitu adalah Seorang pembaca akan menyatakan bahwa puisi Sebuah Lok Hitam  tersebut secara formal terpengaruh kuat oleh bentuk formal pantun dan syair. Dengan demikian, tolok ukur formal ini hanya memandang dari susunan formal sebuah karya sastra. Itulah sebabnya A.Teeuw (1983) berpendapat bahwa memahami dan menilai karya sastra harus bertolak dari konvensi bahasa, konvensi sastra, dan konvensi budaya. Hal ini jelas bahwa konvensi bahasa dan konvensi sastra merupakan aspek formal sebuah bangunan karya sastra yang menggunakan medium bahasa. Sementara itu, konvensi budaya merupakan latar sekaligus subtansi pokok makna karya sastra.




BAB III
PENUTUP
3.1     Simpulan
Pragmatik adalah studi yang mengkaji tuturan dari segi makna dan konteks yang menyertai tuturan tersebut. Pada hakikatnya pragmatik sama dengan semantik, yakni sama-sama mengkaji makna suatu tuturan secara internal, sedangkan pragmatik mengkaji makna suatu tuturan secara eksternal.
Pada mulanya pragmatik dianggap sebagai hal yang tidak penting, namun pandangan ini berubah ketika pada akhir tahun 1950-an Chomsky menemukan titik pusat sintaksis. Dan semenjak munculnya semangat California atau bust pada tahun 1960-an pragmatik mulai tercakup dalam kajian linguistik.
Pada umumnya, prinsip-prinsip pragmatik mencakup Prinsip Kerjasama (PK) dan prinsip Sopan Santun (PS). Kedua prinsip ini masing-masing termanifestasikan dalam maksim-maksim yang bersifat regulatif, yang digunakan untuk mengatur pemakaian bahasa agar komunikasi berjalan dengan lancar mencapai tujuan secara efektif. Namun pada kenyataannya, tujuan komunikasi tidak selalu dapat dicapai dengan mematuhi prinsip-prinsip tersebut.
3.2     Saran
Mahasiswa yang telah mengikuti mata kuliah ini, serta mahasiswa yang telah membahas tentang pragmatik ini pada khususnya, mahasiswa harus mampu menguasai pengertian pragmatik, sejarah pragmatik di dunia, tokoh-tokoh pragmatik, prinsip teori pragmatik, kaidah dari teori pragmatik, serta contoh pragmatik.





DAFTAR PUSTAKA
Chaniago, Sam Mukhtar dkk. 2008. Pragmatik. Jakarta: Universitas Terbuka.
Kushartanti dkk. 2005. Pesona Bahasa “Langkah Awal Memahami Linguistik)”. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Pangaribuan, Tagor. 2008. Paradigma Bahasa-Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rahardi, R. Kunjana. 2005. Pragmatik “Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia”. Jakarta: Erlangga.
Rahman, Elmustian dan Abdul Jalil. 2004. Teori Sastra. Pekanbaru: Labor Bahasa, Sastra, dan Jurnalistik.
makalahpragmatik.blogspot.com/2014/08/v-behavioururldefaultvmlo.html?m=1